Selasa, 15 November 2011

Kebijakan Moneter


KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,  karena berkat kemurahan dan rahmat-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan.Dalam makalah ini penulis membahas “KEBIJAKAN MONETER”, yaitu suatu permasalahan yang  selalu dialami masyarakat dan pemerintah setempat dalam kehidupan sehari-hari. Demi kemakmuran bersama .
Tidak lupa pula saya ucapkan kepada Dosen Pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman semuanya. Terima kasih .
 






                                                                                                                        Jakarta, juni 2011

                                                                                                                                 Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya.
            Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah. Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
            Penerapan kebijakan moneter dengan menggunakan target inflasi (inflation targeting) ini diharapkan dapat menciptakan fundamental ekonomi makro yang kuat. Makalah ini akan membahas berbagai hal yang berkaitan dengan target inflasi, yang meliputi pengertian, evolusi teori, prasyarat, karakteristik dan elemen target inflasi. Agar dapat mengetahui dengan jelas kondisi ekonomi nasional Indonesia hingga tahun 2000 ini, maka dalam pembahasan juga dipaparkan tentang perkembangan ekonomi makro Indonesia.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas di buat beberapa rumusan masalah yaitu antara lain :
1.      Pengertian Kebijakn Moneter
2.      Kebijakan Moneter dalam pemerintah
3.      Kebijakan Moneter dalam model Moneteris
4.      Kebijakan Moneter dalam model IS-LM
5.      Kebijakan Ekspensi dan Kontraksi


1.3  Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
a.       Untuk mengetahui pengertian dari Kebijakan Moneter
b.      Untuk mengetahui bagaiman bekerjanya Kebijakan Moneter dalam penmerintah
c.       Untuk mengetahui lajunya perkembangan kebijakan dalam pemerintahan


























BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
2.1 Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.



2.2 Kebijakan moneter dalam pemerintah
            Dalam membicarakan kebijakan moneter, langkah yang dapat dilakukan oleh bank sentral dapat dibedakan kepada dua aspek : langkah-langkah yang mempengaruhi suku bunga dan langkah-langkah yang mempengaruhi penawaran uang. Ahli-ahli ekonomi Klasik manganggap bahwa suku bunga riil tidak dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter karena suku bunga dipengaruhi oleh investasi riil. Dengan denikian , dalam melihat mengenai keefektifan bebijakan moneter yang perlu dilihat adalah implikasi dan kebijakan bank sentral mempengaruhi penawaran uang ke atas kegiatan ekonomi dan tingkat harga.
            Dalam menjalankan kebijakan moneter, bank sentral dapat mempengaruhi penawaran uang dengan dua cara: dengan mencetak uang baru atau dendan menggalakan lembaga-lembaga keuangan, terutama bank perdagangan, menciptakan pinjaman yang lebih banyak, misalnya dengan menurunkan suku cadangan ke atas pinjaman-pinjaman yang dibuat lembaga-lembaga keuangan. Apapun langkah yang dibuat oleh bank sentral – yaitu apakah mencetak uang atau memberi banyak dorongan kepada lembaga-lembaga keuangan untuk memberikan lebih banyak pinjaman  - tindakannya hanya akan meningkatkan harga, upah nominal, suku bunga nominal dan pendapatan nasional nominal. Uapah riil, suku bunga riil dan pendapatan nasional riil tidak akan mengalami perubahan.
            Apabila bang sentral menjalankan kebijakan moneter – dengan mencetak uang atau mendorong bank perdagangan memberi pinjaman yang lebih banyak, penawaran uang dalam perekonomian akan bertambah. Sebagai akibatnya, seperti dijunjukan oleh grafik (a) dalam gambar 3.12, permintaan agregat bertambah dari AD0 menjadi AD1 dan menyebabkan tingkat harga meningkat dari P0 menjadi P1. Pendapatan nasional riil tidak berubah tetapi pendapatan nasional nominal akan meningkat sebagai akibat kenaikan harga tersebut. Seterusnya, seperti dapat dilihat pada grafik b(i) dan b(ii) dari gambar 3.12. kenaikan penawaran uang itu tidak akan menimbulkan perubahan ke atas investasi riil, tabungan riil dan suku bunga riil; tetapi akan meningkatkan  suku bunga, tabungan dan investasi nominal. 

2.3 Kebijakan Moneter Dalam Model Monetaris
            Pandangan golongan Monetaris mengenai permintaan uang untuk spekulasi, dan mengenai faktor-faktor yang menentukan investasi swasta adalah sangat berbeda dengan pandangan golongan Keynesian. Dalam teori golongan Monetaris, permintaan uang untuk spekulasi tidaklah penting. Menurut mereka uang terutama diminta untuk membiayai transaksi. Berdasarkan pendapat ini, menurut golongan Monetaris permintaan uang adalah tidak sensitive  ke atas perubahan suku bunga. Berarti kurva permintaan uang yang tidak elastis ini akan menyebabkan  kurva LM  juga tidak elastis
            Seterusnya golongan Monetaris berpendapat suku bunga merupakan penentu utama  tingkat investasi yang akan dilakukan oleh pihak swasta. Dengan demikian pengeluaran ini  sangat sensitive terhadap perubahan – perubahan suku bunga dan sifat ini secara grafik digambarkan oleh kurva MEI yang elastis atau landai. Apabila kurva MEI landai, kurva IS akan menjadi landai bentuknya

2.4 Kebijakan Moneter Dalam Model IS-LM
            Keadaan perekonomian tidak selalu sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat. Tingkat inflasi yang tinggi, pengganguran, neraca pembayaran laur negeri yang terus menerus defisit merupakan beberapa gejala ekonomi makro yang tidak dikehendaki bangsa maupun di bumi ini. Dalam menghadapi kenyataan seperti ini usaha untuk menghilangkan atau untuk mencegah timbulmya gejala-gejala tersebut diperlukan. Oleh karena masalah tersebut secara langsung menyangkut variabel-variabel ekonomi agregatif dan lagi hanya dapat si atasi dengan mengandalikan jalannya perekonomian sebagai suatu keseluruhan, maka kebikjaksanaan yang diperlukan adalah kebijaksanaa ekonomi makro.
            Untuk lebih jelasnya, baiklah di sini kita adakan batasan bahwa yang dimaksud dengan kebijaksanaan ekonomi makro dalam buku ini ialah tindakan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian dengan maksud agar supaya keadaan perekonomian tidak terlalu menyimpang dari keadaan yang diinginkannya. Dua diantara kebijaksanaan ekonomi makro yang banyak dibahas dalam buku-buku ekonomi makro iakah kebijaksanaan fiscal dan kebijaksanaan moneter. Tetapi dalam bab ini kita akan membahas tentang kebijaksanaan moneter.

2.5 Kebijaksanaan Ekspansi dan Kebijaksanaan Kontraksi
            Keadaan yang ingin dicapai oleh sebuah kebijaksanaan disebut tujuan kebijaksanaan. Tujuan sebuah kebijaksanaan ekonomi dapat diungkapkan dalam bentuk perubahan nilai variabel-variabel tertentu yang diinginkan. Variabel-variabel yang oleh pemerintah harapkan nilainya akan berubah sebagai hasil pelaksanaan suatu kebijaksanaan, biasa disebut sebagai variabel target atau target variabel. Dalam analisa IS-LM, khususnya yang termuat dalam bab ini, sebagai variabel target baik untuk kebijasana moneter maupun kebijaksanaan fiscal yang dipermasalahkan hanyalah variabel target tingkat pendapatan nasional-Y. Oleh karena itu pada umumnya meningkatnya  nilai Y berarti meningkatnya kesempatan kerja, maka dapat pula dikatakan bahwa dalam bab ini di samping tingkat pendapatan nasional, tingkat employment juga kita peamasalahkan sebagai variabel target.
            Setelah kita perbincangan mengenai tujuan kabijaksanaan ekonomi kita berpaling sekarang kepada alatnya. Alat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam suatu kebijaksanaan biasa disebut policy instrument atau instrument kebijaksanaan. Selanjutnya, variabel yang dipakai  sebagai instrument kebijaksanaan kita sebut policy instrument variable, yang biasanya juga hanya disingkat instrument variable, atau variable instrument.
            Oleh karena kebijaksanaan meneter meliputi semua tindakan pemerintah yang bertujuan mempengaruhi jalannya perekonomian melalui penambahan aatu pengurangan jumlah uang yang beredar, maka dikatakan bahwa instrument variable untuk kebijaksanaan moneter adalah M, yaitu jumlah uang beredar, yang biasa juga disebut penawaran uang.
            Diatas disebutkan bahwa variable target yang kita perbincangkan untuk sementara hanya terbatas kepada tingkat pendapatan nasional dan atau tingkat kesempatan kerja. Untuk memudahkan pembicaraan, baik kebijaksanaan fiscal maupun kebijaksanna moneter kita bedakan berdasarkan arah perubahan nilai variable target yang menjadi tujuan kebijaksanaan. Dengan dasar pembedaan ini kita mengenal :
1.      Kebijaksanaan Ekspensi, yaitu kebijaksanaan ekonomi makro yang mempunyai tujuan untuk memperbesar kegiatan ekonomi dalam perekonomian, dan
2.      Kebijaksanaan Kontraksi, yaitu kebijaksanaan ekonomi makro yang tujuannya ialah umtuk menurunkan kegiatan ekonomi dalam perekonomian

            Kebijaksanaan ekspensi pada umumnya diambil pada masa-masa perekonomian mengahadapi banyak pengangguran dalam kapasitas produksi nasional belum dalam pemanfaatan penuh. Sebaliknya kebijaksanaan kontraksi pada umumnya dilakukan pada masa-masa perekonomian dalam keadaan overemployment, yaitu keadaan di mana permintaan agregatif melampaui besarnya kapasitas produksi nasional. Keadaan ini pada umumnya ditandai oleh tingkat inflasi yang tinggi. Di samping itu kebijaksanaan kontraksi pada umumnya juga dipakai dalam keadaan di mana perekonomian mengalami deficit neraca pembayaran secara terus menerus.
            Dengan perkataan lain, entah kebijaksanaan fiscal ataukah kebijaksanaan moneter yang di pergunakan, kebijaksanaan ekspensi pada umumnya dapat diharapkan memperoleh hasil berupa meningkatnya pendapatan nasional dan menurunnya tingkat pengangguran. Sebaliknya kebijaksanaan kontraksi pada umumnya diharapkan dapat menurunkan tingkat inflasi dan memperkecil deficit neraca pembayaran luat negeri.

1.1  Bekerjanya Kebijaksanaan Moneter
            Untuk menyelami cara menemukan kebijaksanaan moneter yang bagaiman yang harus diambil untuk memecahkan suatu masalah dalam perekonomian, kita perhatikan contoh gambar 1.2.1. dengan fungsi investsi, fungsi saving, fungsi L1 dan fungsi L2 seperti yang terlikis pada kuadran masing-masing, dengan jumlah uang yang beredar sebanyak OM, menghasilkan pendapatan nasional ekuilibrium sebesar OY0. apabila perekonomian mempunyai tinggat full-employment income, yang biasa disebut juga produk nasional potensial sebesar OYf, maka ini berarti bahwa perekonomian terdapat pengangguran.
            Apabila pemerintah menginginkan untuk menghilangkan sama sekali pengangguran dalam perekonomian, maka pemerintah harus melaksanakan kebijaksanaan moneter atau fiscal dengan variable tergetnya berupa tingkat pendapatan nasional sebesar OYf. Oleh karena itu tingkat pendapatan ekuilibrium yang sekarang terjadi adalah sebesar OY0, maka ini berarti bahwa tinggat pendapatan nasional perlu dinaikan sebesar Y0Yf, ini berarti bahwa pemerintah melaksanakan kebijaksanaan ekspensi.
            Oleh karena dalam peembahasan ini kita mengasumsikan pemerintahan memilih  memecahkan masalah tersebut melalui kebijaksanaan moneter, maka ini berarti bahwa pemerintah memilih sebagai in-strument variabelnya jumlah uang yang beredar, M. masalahnya sekarang ialah : M nilainya perlu dinaikan ataukah perlu dikurangi ?
            Untuk nenjawab pertanyaan tersebut kita perlu memperhatikan kuadran IS-LM gambar 1.2.1. dari gambar tersebut kita saksikan bahwa untuk menghasilkan tungkat pendapatan nasional ekuilibrium pada tingkat pendapatan OYf, titik ekuilibrium perlu dipindahkan dari titik E ke titik F. Untuk maksud tersebut kurva LM perlu mengalami pergeseran dari semula LM ke LMf
BAB III
PENUTUP
      3.1 KESIMPULAN
Kebijakan moneter dapat didefinisikan sebagai proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.Kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah ( Bank Sentral ) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar.
Sejak tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi untuk mencapai stabilitaas ekonomi jangka pendek. Namun pada saat ini kebijakan moneter merupakan kebijakan utama yang dipergunakan untuk pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan kebijakan uang ketat dan kebijakan uang longgar.











DAFTAR PUSTAKA

1)      Ackley, Gardner, Macroeconomic Theory, New York : Macmillan, 1961
2)      Fand, David I., “A Monetarist Midel of the monetary Process”, dalam William E. Gibson dan George G. Kaufan,eds., Monetary Economics : Reading on Current Issuues, New York : McGraw-Hill, Book Company, 1971
3)      Hansen, Alvin ., Monetary Theory and Fiskal Policy, New York : McGraw-hill Book Company, 1949
























DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ………………………………………………i
DAFTAR ISI ……………………………………………………......ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………...iii
1.1 Latar Belakang ……………………………………………..1
       1.2 Rumusan Masalah ………………………………………….2
       1.3 Tujuan ……………………………………………………...3
BAB II PEMBAHASAN MASALAH ………………………………iv
       2.1 Pengertian Kebijakan Moneter……….……………………..4
       2.2 Kebijakan Moneter Menurut Pemerintah…………..…..…...5
       2.3 Kebijakan Moneter Dalam Model Monetaris ……………….6
       2.4 Kebijakan Moneter Dalam Model IS-LM …………………..7
       2.5 Kebijaksanaan Ekspansi dan Kebijaksanaan Kontraksi …….8
BAB III PENUTUP ………………………………………………… v
       3.1 Kesimpulan ………………………………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..vi

Jumat, 08 Juli 2011

Budaya Perusahaan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Budaya dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat dinyatakan sebagai sebuah perwakilan dari bentuk interaksi kelompok dan harapan-harapan dari kelompok. Budaya perusahaan mencakup sejumlah faktor kunci: norma, keyakinan, tata nilai, standar, ritual, struktur, nuansa, dan tipe dari interaksi yang diharapkan terjadi di perusahaan. Budaya perusahaan juga mencerminkan permintaan manajerial perusahaan. Karenanya, budaya perusahaan mencakup keseluruhan kebijaksanaan manajemen, prosedur, tujuan, strategi, dan tindakan.
Menurut Sathe (1983), penelitian menunjukkan bahwa budaya ini mempunyai pengaruh terhadap kehidupan organisasi. Budaya dapat dipikirkan sebagai persepsi yang tidak terwujudkan dimana secara umum hal tersebut diterima oleh suatu kelompok tertentu. Konsep dari budaya perusahaan menekankan pada persepsi bawah sadar yang para anggota suatu organisasi bagi. Persepsi ini meliputi kata, tindakan, rasa, keyakinan, dan nilai. banyak premis tentang budaya perusahaan yang dibangun sekitar personalitas dari para penciptanya, sesuatu yang bagi orang kebanyakan lalai dari hal tersebut.
Budaya perusahaan dapat berbeda dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Bahkan terdapat sub budaya organisasi di dalam satu perusahaan. Di Indonesia, para pekerja sering dikepalai oleh seorang pemimpin dengan kepemimpinan yang kuat. Namun sebagai hasilnya, protes tentang kebijakan manajemen selalu bermunculan. Secara umum, protes difokuskan terhadap sistem pembayaran upah dan gaji. Protes dari para pekerja telah berlangsung di beberapa perusahaan dan tidak terjadi di perusahaan lain. Protes yang muncul dari karyawan satu divisi, misalnya divisi operasi, tidak pasti akan didukung oleh karyawan dari divisi lainnya, misalnya divisi pemasaran. Hal ini merupakan bukti dari terdapatnya sub budaya di dalam budaya perusahaan serta berlakunya budaya tertentu yang khas, sehingga ketidakpuasaan kerja timbul.
Karenanya, para eksekutif perusahaan harus memiliki keragaman kemampuan untuk tidak terikat dari ketergantungan semata terhadap sebuah sistem gabungan dari tata nilai budaya guna memenangkan legitimasi dan dukungan. Untuk berhasil, sebuah program terhadap pendekatan manajerial dapat dibentuk. Untuk mendesain sebuah produk baru, divisi perencanaan, teknik, desain, dan manufaktur harus bekerja sebagai sebuah tim yang mempunyai tanggung jawab masing-asing. Hal demikian dapat diraih melalui pembentukan budaya organisasi yang baik. Budaya akan memegang peran penting dalam mengikat individu terhadap team dan pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Fredrick, Post, dan Davis (1992), nilai individual dan karakter moral memainkan sebuah peran penting dalam meningkatkan kinerja etika suatu perusahaan. namun dua faktor ini tidak mutually independent. Tata nilai dan karakteristik individual dapat dipengaruhi oleh budaya perusahaan. Budaya perusahaan dapat didefinisikan sebagai kombinasi ide, adat istiadat, tradisi, tata nilai perusahaan, dan persepsi yang membantu mendefiniksan perilaku keseharian dari tiap orang yang bekerja di perusahaan tertentu. buday ini sendiri merupakan perwakilan dari cara seseorang melakukan sesuatu di lingkungan kerja.
B.     Rumusan Masalah
1.                  Definisi Budaya Perusahaan ??
2.                  Teori Budaya Perusahaan???
3.                  Hubungan antara nilai-nilai Individu dan Budaya perusahaan.??
4.                  Pengaruh Budaya Perusahaan terhadap kinerja perusahaan.??
5.                  Bagaimana cara karyawan memahami budaya karyawan??

BAB II
PEMBAHASAN
C.    Pengertian Budaya Perusahaan
Robbins (1996) memberi pengertian budaya organisasi/ Perusahaan antara lain sebagai berikut :
1.                  Nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi/ Perusahaan.
2.                  Falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi/ Perusahaan terhadap pegawai   dan pelanggan.
3.                  Cara pekerjaan dilakukan di tempat itu.
4.                  Asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat di antara anggota organisasi/ Perusahaan.
Dari sudut pandang karyawan, budaya memberi pedoman bagi karyawan akan segala sesuatu yang penting untuk dilakukan. Sejumlah peran penting yang dimainkan oleh budaya perusahaan adalah:
1. Membantu pengembangan rasa memiliki jati diri bagi karyawan.
2. Dipakai untuk mengembangkan keterkaitan pribadi dengan organisasi/ Perusahaan.
3. Membantu stabilitas organisasi/ Perusahaan sebagai suatu sistem sosial.
4. Menyajikan pedoman perilaku sebagai hasil dari norma perilaku yang sudah dibentuk.
Budaya perusahaan yang terbentuk, dikembangkan, diperkuat atau bahkan diubah, memerlukan praktik yang dapat membantu menyatukan nilai budaya karyawan dengan nilai budaya perusahaan. Praktik tersebut dapat dilakukan melalui induksi atau sosialisasi, yaitu melalui transformasi budaya perusahaan. Sosialisasi organisasi merupakan serangkaian aktivitas yang secara substantif berdampak kepada penyesuaian aktivitas individual dan keberhasilan organisasi/ Perusahaan, antara lain komitmen, kepuasan dan kinerja. Beberapa langkah sosialisasi yang dapat membantu dan mempertahankan budaya perusahaan adalah melalui seleksi calon karyawan, penempatan, pendalaman bidang pekerjaan, penialian kinerja, dan pemberian penghargaan, penanaman kesetiaan pada nilai-nilai luhur, perluasan cerita dan berita, pengakuan kinerja dan promosi. Berbagai praktik di atas dapat memperkuat budaya perusahaan dan memastikan karyawan yang bekerja sesuai dengan budaya organisasi memberikan imbalan sesuai dukungan yang dilakukan. Sosialisasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan kerja, komitmen organisasi, rasa percaya diri pada pekerjaan, mengurangi tekanan serta kemungkinan keluar dari pekerjaan. Beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempertahankan perusahaan adalah menyusun asumsi dasar, menyatakan dan memperkuat nilai yang diinginkan dan menyosialisasikannya
D.    Teori Budaya Perusahaan
Terdapat tiga asumsi yang mengarahkan pada teori budaya organisasi yaitu:
1.    Angota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi.
Asumsi yang pertama berhubunan dengan pentingya orang di dalam kehidupan organisasi. Secara khusus, individu saling berbagi dalam menciptakan dan mempertahankan realitas. Individu-individu ini mencakup karyawan, supervisor, dan atasan. Pada inti dari asumsi ini adalah yang dimiliki oleh organisasi. Nilai adalah standar dan prinsip-prinsip dalam sebuah buadanya yang memiliki nilai intrinsik dari sebuah budaya. Nilai menunjukkan kepada anggota organisasi mengenai apa yang penting. Orang berbagi dalam proses menemukan nilai-nilai perusahaan. Menjadi anggota dari sebuah organisasi membutuhkan partisipasi aktif dalam organisasi tersebut. Makna dari simbol-simbol tertentu misalnya, mengapa sebuah perusahaan terus melaksanakan wawancara terhadap calon karyawan ketika terdapat sebuah rencana pemutusan hubungan kerja besar- besaran dikomunikasikan baik oleh karyawan maupun oleh pihak manajemen. Makna simbolik dari menerima karyawan baru ketika yang lainnya dipecat tidak akan dilewatkan oleh pekerja yang cerdik; mengapa memberikan uang pada karyawan baru ketika yang lama kehilangan pekerjan mereka? Karyawan memberikan kontribusi dalam pembentukan budaya organisasi. Perilaku mereka sangatlah penting dalam menciptakan dan pada akhirnya mempertahankan realitas organisasi.
2. Penggunaan dan intepretasi simbol sangat penting dalam budaya orgaisasi.
Realitas organisasi juga sebagiannya ditentukan oleh simbol-simbol, dan ini merupakan asumsi kedua dari teori ini. Perspektif ini menggaris bawahi pengguanaan simbol di dalam organisasi. Simbol merupakan representasi untuk makna. Angota-angota . organisasi menciptakan, menggunakan, dan mengintrepetasikan simbol setiap hari. Simbol-simbol ini sangat penting bagi budaya perusahaan. Simbol-simbol mencakup komunikasi verbal dan nonverbal di dalam organisasi. Seringkali, simbol-simbol ini mengkomunikasikan nilai-nilai organisasi. Simbol dapat berupa slogan yang memiliki makna. Sejauh mana simbol-simbol ini efektif bergantung tidak hanya pada media tetapi bagaimana karyawan perusahaan mempraktikannya.
3. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam
Asumsi yang ketiga mengenai teori budaya organisasi berkaitan dengan keberagaman budaya organisasi. Sederhana, budaya organisasi sangat bervariasi. Persepsi mengenai tindakan dan aktivitas di dalam budaya-budaya ini juga seberagam budaya itu sendiri.
E.     Hubungan Antara Nilai-nilai Individu dan Budaya Perusahaan
Table I menunjukkan hubungan pararel antara tata nilai yang dianut individu yang terkait dengan kinerja, penampilan mereka dengan budaya perusahaan. Sebuah perusahaan akan mengkombinasikan tindakan individu dan perilaku organisasi untuk meraih kinerja yang diinginkan.
Tabel  1
Perbandingan Antara Nilai-nilai Individu dan Budaya Perusahaan
Nilai-nilai Individu
Budaya Perusahaan
Nilai                           (Kebutuhan)
(Kepercayaan)
Tindakan                      (Individu)
Hasil                            (Outcome)
Budaya                            (Nilai)
(Norma)
Perilaku                       (Karyawan)
Hasil                               (Kinerja)

Hubungan antara budaya dan nilai sebagaimmana yang diterangkan oleh Sathe (1983), mendukung hubungan pararel ini: “Budaya mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku organisasi karena kepercayaan umum dan nilai membentuk asumsi dasar dan preferensi yang memandu perilaku ini.” Sathe juga mengidentifikasikan tiga faktor yang menerangkan beberapa cara yang berbeda budaya mempengaruhhi perilaku. Faktor-faktor tersebut adalah:
1.      Semakin besar jumlah common beliefs dan nilai-nilai pada sebuahh kebudayaan, semakin kuat pengaruh dari kebudayaan tersebut terhadap perilaku karena akan terdapat lebih banyak lagi asumsi-asumsi dasar untuk memandu perilaku.
2.      Semakin lebih tersebarnya common beliefs dan nilai-nilai pada sebuahh budaya, akan semakin lebih besar pengaruhnya terhadap perilaku karena akan bertambah banyak orang yang akan dipandu oleh budaya ini.
3.      Semakin dimengerti keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai pada sebuah budaya, akan lebih besar pengaruhnya terhadap perilaku karena relevansi dari keyakinan dan nilai-nilai dapat dijadikan panduan kala terjadi konflik antar anggota organisasi.
Walaupun budaya perusahaan berhubungan dengan faktor nyata dan tidak nyata di organisasi, budaya juga merefleksikan nilai-nilai bersama dari para individu di organisasi. nilai bersama yang dianut ini akan menentukan sampai tahap apa individu akan terikat untuk meraih tujuan dari organisasi dan memfokuskan terhadap tujuan akhir serta objectives yang dibutuhkan untuk menghadapi kompetisi.
Bukanlah hal yang mudah untuk memisahkan antara tujuan akhir perindividu dari tujuan akhir organisasi. Richards (1974) merupakan salah seorang peneliti yang menemukan tujuan akhir yang sama untuk seluruh organisasi. Pada beberapa kasus merupakan hal yang sulit untuk mendefinisikan hubungan antara konsep-konsep yang terkait dengan nilai-nilai personal dan konsep-konsep yang berhubungan dengan tujuan akhir organisasi. England (1967) menyatakan bahwa sejumlah peneliti yang telah membedakan antara nilai-nilai personal dan tujuan akhir dari organisasi menemukan konsistensi antara dua dari tiga tujuan akhir organisasi: efisiensi organisasi dan memaksimumkan profit.

F.     Pengaruh Budaya Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan
Budaya perusahaan dapat mempengaruhi sikap dari para karyawannya terhadap konsumen, supplier, bahkan terhadap satu sama lainnya. Seringnya norma-norma budaya perusahaan diuraikan secara terinci oleh pembentuk awalnya dan hal tersebut kemudian menjadi sebuah ideologi. Karena budaya perusahaan memasuki seluruh unit di perusahaan, maka akan merupakan hal yang sangat sulit untuk membuat perubahan terhadap budaya tersebut.
Budaya perusahaan sering menentukan kemampuan untuk berubah atau beradaptasi terhadap kondisi-kondisi baru. Semenjak kemampuan untuk berubah merupakan hal yang terpenting untuk bertahan hidup, perusahaan yang tidak mampu melakukan perubahan untuk mengadaptasi perubahan lingkungan akan gagal mempertahankan bisnisnya di pasar. Sering keinginan mempertahankan sabilitas menjadi penghalang utama untuk melakukan perubahan sebagai respon terhadap perubahan lingkungan. Peter dan Waterman (1982) mengidentifikasikan delapan atribut yang memberikan karakter leading firms, yaitu:
1.                  Perusahaan cenderung terhadap tindakan.
2.                  Perusahaan dekat dengan dan mengerti akan para konsumennya.
3.                  Perusahaan memberikan otonomi dan mendukung semangat wirausaha.
4.                  Perusahaan menyadari bahwa produktivitas merupakan people-based manajemen.
5.                  Perusahaan meningkatkan semangat kerja dengan mempromosikan nilai pekerjaan.
6.                  Perusahaan menyatukan seluruh divisinya.
7.                  Perusahaan mempunyai struktur organisasi yang sederhana dan para staf yang berdedikasi tinggi.
8.                  Perusahaan berhati-hati dalam melaksanakan kontrol motivasi, tidak melakukan kontrol yang sangat ketat.
Sebuah perusahaan yang ingin mempunyai komitmen terhadap karyawannya perlu mempertimbangkan delapan atribut tersebut. Sering di perusahaan-perusahaan unggulan beliefs sangatlah kuat dan disadari oleh seluruh karyawan. Dari level manajemen paling atas sampai bawah, tidak ada yang takut untuk turun tangan bekerja keras. Semua saling mempercayai dan menghormati satu sama lainnya. Seluruh orang di perusahaan merasa mereka merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah perusahaan unggulan. Executive dipandu oleh contoh nyata bukan perintah. Untuk sebuah perusahaan yang ingin sukses, keyakinan yang kuat penting untuk memandu pembuatan kebijakan, untuk membantu pembentukan rasa bangga terhadap eprusahaan, untuk menyediakan servis yang lebih baik bagi pelanggan, dan untuk menemukan cara yang terbaik untuk melaksanakan tugas (Thompson dan Strickland 1990). Ketika individu merasa aman dan dihormati, mereka yakin dan percaya bahwa sistem yang berlaku adalah sebuah sistem yang adil. Hal ini akan mendorong loyalitas dan komitmen mereka terhadap perusahaan. Dan hal ini membantu sejumlah besar pencapaian tujuan akhir dari organisasi.
Di citibank, fokus terhadap pelayanan pelanggan merupakan guideline. Pelanggan dipandang secara positif oleh perusahaan karena pelanggan mengetahui bahwa mereka dapat mempercayai dan bergantung pada citibank kala masalah keuangan timbul. citibank mempunyai moto “The city never sleeps, citibank your personnal banking” dan mereka selalu mempromosikan perusahaannya melalui penekanan kalimat “never sleeps” dan “personnal banking”-nya. Hal ini menciptakan loyalitas konsumen terhadap kualitas pelayanan pribadi 24 jam citibank dan biaya menjadi faktor kedua. Perusahaan yang memfokuskan dirinya terhadap pelanggan akan bersifat responsif terhadap kebutuhan dan keinginan dari pelanggan, dan berusaha keras untuk maju dan berubah, serta tidak statis atau bahkan mundur.
Berada di atas sering merupakan hasil dari keinginan untuk menjadi pekerja yang terbaik, menghasilkan produk terbaik, atau kualitas terbaik. Konsumen menunjukkan rasa hormat yang mendalam dan loyalitas terhadap produk berkualitas tinggi karena dalam jangka panjang produk ini merupakan produk yang paling ekonomis. Cara pandang demikian ini merupakan budaya perusahaan yang positif yang dapat menciptakan kondisi dimana para karyawan akan berusaha keras untuk selalu meningkatkan dan memperbaiki kualitas dan nilai perusahaan. Secara singkat, perusahaan akan mendukung para karyawannya untuk memegang teguh nilai-nilai yang sesuai dengan budaya perusahaan dan bekerja untuk meraih posisi unggulan, serta memfokuskan segalanya pada konsumen.
Kisah dari SONY berbeda. Kunci terhadap sukses perusahaan adalah ‘keyakinan.’ Hal ini bukan berarti keyakinan sebagai alat, namun lebih merupakan sebuah konsep yang berhubungan erat dengan kehidupan manusia. Tata nilai dan keyakinan seperti ini menghasilkan rasa penghormatan yang tinggi terhadap individu. Perusahaan menghormat konsumen, yang ditunjukkan oleh keterbukaan dan kesetaraan perusahaan pada seluruh hubungan personal, dan tekad kearah misi dari organisasi. Menurut Ouchi (1981), sukses dari sebuah perusahaan terletak pada kelompok inti manajemen perusahaan, seluruh anggota perusahaan yang mempunyai keseragaman visi bisnis, mempunyai sebuah komitmen jangka panjang yang sama, dan budaya manajerial umum yang sama. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang dilandasi oleh faktor-faktor objektifitas, kualitas personal, dan prestasi kerja untuk perusahaan. Sehingga rasa saling hormat dan saling percaya satu sama lainnya terbentuk.

G.    Cara Karyawan Mempelajari Budaya Perusahaan
Proses transformasi budaya oleh karyawan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1.      Ceritera-ceritera
Ceritera-ceritera mengenai bagaimana kerasnya perjuangan pendiri organisasi di dalam memulai usaha sehingga kemudian menjadi maju seperti sekarang merupakan hal yang baik untuk disebarluaskan. Bagaimana sejarah pasang-surut perusahaan dan bagaimana perusahaan mengatasi kemelut dalam situasi tak menentu merupakan kisah yang dapat menodorong dan memotivasi karyawan untuk bekerja keras jika mereka mau memahaminya.
2.  Ritual / Upacara-upacara
Semua masyarakat memiliki corak ritual sendiri-sendiri. Di dalam perusahaan, tidak jarang ditemui acara-acara ritual yang sudah mengakar dan menjadi bagian hidup perusahaan. Sehingga tetap dipelihara keberadaannya, contohnya adalah selamatan mulai musim giling di pabrik gula.
3.  Simbol-simbol material
Simbol-simbol atau lambang-lambang material seperti pakaian seragam, ruang kantor dan lain-lain, atribut fisik yang dapat diamati merupakan unsur penting budaya organisasi yang harus diperhatikan sebab dengan simbol-simbol itulah dapat dengan cepat diidentifikasi bagaimana nilai, keyakinan, norma, dan berbagai hal lain itu menjadi milik bersama dan dipatuhi anggota organisasi.
4.      Bahasa
Bahasa merupakan salah satu media terpenting di dalam mentransformasikan nilai. Dalam suatu organisasi atau perusahaan, tiap bidang, divisi, strata atau semacamnya memiliki bahasa atau jargon yang khas, yang kadang-kadang hanya dipahami oleh kalangan itu sendiri. Hal ini penting karena untuk dapat diterima di suatu lingkungan dan menjadi bagian dari lingkungan, salah satu syaratnya adalah memahami bahasa yang berlaku di lingkungan itu. Dengan demikian menjadi jelas bahwa bahasa merupakan unsur penting dalam budaya perusahaan.

BAB III
PENUTUP
H.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, pada bab ini dapat dikemukakan beberapa pokok kesimpulan sebagai berikut:
1. Budaya perusahaan tidak muncul dengan sendirinya di kalangan anggota organisasi, tetapi perlu dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya budaya perusahaan adalah sekumpulan nilai dan pola perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama, oleh semua anggota organisasi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
2. Budaya perusahaan sangat penting peranannya dalam mendukung terciptanya suatu organisasi atau perusahaan yang efektif. Secara lebih spesifik, budaya perusahaan dapat berperan dalam menciptakan jati diri, mengembangkan keikutsertaan pribadi dengan perusahaan dan menyajikan pedoman perilaku kerja bagi karyawan.